Jl. Perjuangan Kec. Kesambi, Kota Cirebon (0231) 489926 fua@uinssc.ac.id
Berita

Komisi D Bahas Renstra dan Kode Etik Mahasiswa dalam Hari Ketiga Rakerpim FUA UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon

Cirebon, 19 Juni 2025 — Rapat Kerja Pimpinan (Rakerpim) Fakultas Ushuluddin dan Adab (FUA) UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon hari ketiga di Hotel Grand Tryas, Cirebon, kembali diwarnai dengan diskusi substansial dari masing-masing komisi. Komisi D secara khusus membahas peninjauan dan pembaruan Kode Etik Mahasiswa. Pembahasan ini menjadi salah satu langkah penting dalam membangun tata kelola akademik yang bermartabat dan berlandaskan nilai etika.

Dr. Ahmad Lutfi, M.Ag menyampaikan bahwa draf awal kode etik mahasiswa sebenarnya telah tersedia sejak masa IAIN dan masih dapat diakses melalui situs resmi kampus. Namun demikian, beberapa istilah di dalamnya dinilai perlu disesuaikan dengan perkembangan kelembagaan dan budaya akademik UIN saat ini. Ia juga menyoroti perlunya klasifikasi tingkat pelanggaran serta jenis sanksi yang akan diterapkan, yang menurutnya membutuhkan curah pendapat dari berbagai elemen sivitas akademika agar tidak menimbulkan bias atau ketimpangan dalam penegakannya.

Diskusi juga menyoroti aspek kelembagaan, seperti siapa yang memiliki kewenangan terhadap penerapan kode etik—fakultas atau universitas. Hal ini mencakup pula peran Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) atau lembaga lain yang relevan dalam pembinaan moral dan etika mahasiswa. Wakhid Nashruddin, Ph.D turut menambahkan pentingnya pencantuman aturan berpakaian dalam kode etik, sebagai bagian dari citra dan etika publik mahasiswa di lingkungan kampus. Hal ini tidak hanya soal kesopanan, tetapi juga representasi nilai-nilai akademik dan keagamaan.

Ketua Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir (IAT), Dr. Moh. Yahya, M.Ag, mengusulkan penghapusan istilah “aliran sesat” dalam dokumen kode etik, karena dinilai memiliki konotasi tendensius dan dapat menimbulkan polemik antar kelompok. Hal ini diamini oleh Dr. Hj. Hartati, M.Ag, dosen senior IAT, yang mengingatkan agar kode etik juga mempertimbangkan keberadaan mahasiswa non-muslim, sehingga harus inklusif dan bebas dari unsur diskriminatif. Dengan demikian, kode etik tidak hanya menjadi dokumen aturan, tetapi juga representasi nilai-nilai kebinekaan dan moderasi beragama.

Selain itu, Sekretaris Lembaga Penjaminan Mutu (LPM), H. Toheri, M.Pd, menekankan bahwa kode etik juga harus memuat norma interaksi antara mahasiswa dengan mahasiswa, serta mahasiswa dengan dosen. Termasuk pula tata krama dalam pelaksanaan ujian, komunikasi akademik, dan kegiatan pembelajaran lainnya. Semua masukan ini akan dikompilasi dan dirumuskan lebih lanjut sebagai bagian dari Renstra FUA, yang nantinya menjadi acuan dalam membina kehidupan kampus yang sehat, beretika, dan inklusif di lingkungan UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon.

Leave a Reply